Pembentukan Ethical Rules Cegah Tindak Korupsi ?
Sejak
era reformasi, pemberantasan korupsi di Indonesia sudah menjadi agenda
politik nasional. Bahkan, menjadi isu utama di setiap kampanye parpol
begitu juga saat Pemilu capres dan cawapres di Indonesia.
“Korupsi
di Indonesia juga melibatkan yudikatif, bahkan penegak hukum seperti
oknum polisi, jaksa, dan hakim, ditangkap oleh KPK dan disidang Tipikor.
Bahkan, baru-baru ini, hakim Tipikor terbukti bersalah karena terlibat
kejahatan korupsi,” kata Anggota DPR, Siswono Yudo Husodo saat
menyampaikan diskusi dengan tema Role of Ethic Committee: Reflecting
from Indonesia’s Experience di hadapan peserta workshop GOPAC di
Jakarta, Kamis, 28 Agustus 2014.
Selama tujuh tahun terakhir,
lanjutnya, beberapa anggota DPR RI terbukti bersalah karena terlibat
korupsi. Yang tertinggi pada tahun 2010, sekitar 27 orang dan 2012
terdapat 16 orang.
Bahkan, KPK menangkap 12 orang dari kepala
lembaga atau kementerian yang terlibat korupsi, duta besar 4 orang,
komisioner tujuh orang, gubernur 10 orang, wali kota atau bupati 35
orang, pegawai pemerintah 114 orang, hakim 10 orang, swasta 94 orang,
dan yang lainnya 41 orang. Total 401 orang yang terlibat telah ditangkap
oleh KPK.
Melihat fakta korupsi yang masih besar, dia
melanjutkan, indeks korupsi dan pemerintah masih terlihat tidak sinkron.
Kondisi ini disebabkan kampanye pemberantasan korupsi meningkat, namun
praktik korupsi juga tidak turun.
“ Sekarang ini, penegakan
etika merupakan keharusan, yang utama adalah penegakan etika melalui
fraksi di parlemen yang memiliki kekuasaan “recall” yang harus
diterapkan sejak proses recruitment sebagai anggota parlemen,” ujarnya.
Ke
depan, dia menambahkan, aturan etika harus diimplementasikan sejalan
dengan penetapan mahkamah etik dan bahkan sidang etik. “Sesudah
ratifikasi UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3, Badan Kehormatan akan
berubah nama menjadi Mahkamah Tertinggi Kehormatan DPR. Dengan perubahan
nama itu diharapkan aturan semakin jelas, serta sanksi etik menjadi
lebih kuat dan terjamin,” harapnya.
Berdasarkan data empirik, anggota parlemen yang terlibat korupsi memiliki track record yang buruk di masa lalunya. “Jadi, tahap pertama Parpol memiliki
tanggung jawab untuk melakukan kualifikasi dari para kandidat,” ujarnya.
Selanjutnya
adalah para pemilih, artinya jika pemilih memilih calon terbaik dari
kandidat yang ada, maka akan memiliki orang-orang terbaik di parlemen.
“Sayang sekali, banyak para politisi saat pemilu melakukan politik uang (money politics), sehingga dia bisa terpilih oleh konstituennya,” jelasnya.