Melacak Politik Minyak dan Rumusan Kapling 3-M di Dunia
Minggu, 9 November 2014 12:10:55 - oleh : aditya

 Melacak Politik Minyak dan Rumusan Kapling 3-M di Dunia

Agaknya Politik Minyak Sejagat yang diterapkan Amerika Serikat (AS) sebagaimana buku “Tangan-Tangan Amerika, Operasi Siluman AS di Pelbagai Belahan Dunia (2010)”-nya Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI), Jakarta memiliki sejarah cukup panjang. Intinya geliat apapun dari Paman Sam rujukannya selalu minyak, minyak dan minyak. Ada ungkapan Guildford (1973) yang menarik, bahwa bila berbicara masalah dunia perminyakan maka nuansa politiknya sebesar 90% sedang sisa 10% berbicara tentang minyak itu sendiri. Artinya, jika dibolehkan menafsir ungkapan Guildford tadi bahwa data dan informasi terkait hal-hal teknis perminyakan kemungkinan ditemui banyak dark number (penggelapan data) sesuai keinginan dan kepentingan politik di atasnya. Istilahnya onani ---menyenangkan diri sendiri--- sebab riilnya tidaklah demikian. Entah kenapa.


Konflik = Rebutan Minyak atau Tambang Lain?

Adalah Georges Clemencau, komandan pasukannya Napoleon Bonapate dalam Perang Dunia /PD I (1914-1918) menyatakan, "Setetes minyak berharga sama seperti setetes darah dari prajurit kita. Minyak sama-sama diperlukan seperti darah". Luar biasa. Sejujurnya PD I masih dibilang zaman “rempah-rempah” sebagai komoditas unggulan sekaligus obyek kolonialisme, belum menginjak era minyak seperti saat ini. Wajarlah jika posisinya kini sangat strategis, sedang doeloe saja telah disebut tingkat urgensinya. Tak heran berbagai negara, terutama negara industri maju dari Barat berlomba ingin menguasai komoditas ini di banyak belahan dunia.

Dirgo D. Purbo, pakar perminyakan Indonesia memberi sinyal, bahwa di balik pertempuran-pertempuran besar, di belakang sengketa antar negara, di balik rebutan kekuasaan dan kudeta, di balik dukungan diam-diam kepada tentara pemberontak, serta di latar penyerbuan terang-terangan negara adidaya, ternyata MINYAK salah satu faktor penting dan penentu yang dapat mengubah wajah dunia.



Menurut hemat penulis, uraian Dirgo tadi merupakan kata kunci. Mutlak digarisbawahi bahkan kalau perlu dijadikan prodedur tetap (protap) dan titik tolak bagi institusi keamanan dan pertahanan dalam menganalis setiap konflik yang telah, sedang dan akan terjadi baik pada tingkatan lokal terlebih lagi di tataran global. Ya. Konflik lokal ialah bagian dari konflik global. Konflik Sudan misalnya, bagian pertentangan kepentingan para adidaya dunia terkait tambang (minyak). Juga konflik di Haiti, Kongo, Libya. Demikian juga konflik di Papua, di Mesuji, Sampang dan lainnya.

Demikianlah, begitu kentalnya aspek minyak dalam perpolitikan baik tataran (konflik) lokal, ketegangan regional maupun konflik global. Nah, tulisan tidak ilmiah ini mencoba menguak sedikit akar konflik dari sisi geopolitik dan geostrategi, dengan komoditas minyak sebagai titik tolak. Inilah ulasan sederhananya dari berbagai sumber.

Buku berjudul The Geopolitics of Superpower-nya Colin S. Gray mengawali kajian “kapling-kapling dunia” berbasis geostrategi dalam politik global. Bermula abad ke 19 muncul Sir Halford Mackinder dari Inggris yang mengklasifikasikan dunia menjadi empat kawasan. Kawasan pertama Heartland atau World Island: mencakup Asia Tengah dan Timur Tengah (World Island); kawasan kedua disebut Marginal Lands: mencakup kawasan Eropa Barat, Asia Selatan, sebagian Asia Tenggara dan sebagian besar daratan Cina; kawasan ketiga dinamai Desert adalah wilayah Afrika Utara, dan kawasan terakhir adalah Island or Outer Continents: meliputi Benua Amerika, Afrika Selatan, Asia Tenggara dan Australia.

Di awal tesisnya, Mackinder sudah mengatakan bahwa siapa negara menguasai Heartland (Timur Tengah dan Asia Tengah) yang memiliki kandungan sumberdaya alam dan aneka ragam mineral, maka bakal menuju arah “Global Imperium”. Masih di buku yang sama, teori Nicholas Spyman, ilmuwan geopolitik AS berbeda asumsi dengan Mackinder tetapi ada kesamaan soal penguasaan wilayah Heartland. Ia mengatakan: "Who rules the World Island commands the World". Memang teori Spyman berbeda pada proses namun ujungnya tetap merujuk ke Timur Tengah dan Asia Tengah. Benang merahnya sama atau sebangun.

Tampaknya uraian kedua pakar di atas, pada era 1920-an dipakai Karl Haushofer, profesor geografi Universitas Munich sebagai policy advice kepada Adolf Hitler. Ia menjelaskan bahwa tesis tersebut bisa dijadikan gagasan bagi Jerman untuk mendominasi Rusia melalui kawasan Heartland. Begitu besarnya buah pikir Mackinder bagi Jerman, karena dijadikan rujukan pokok dalam saran Haushofer kepada Hitler. Lalu ia pun dipercaya memimpin German Academy (1934 -1937). Akan tetapi sungguh ironis, ketika tesis Mackinder justru dianggap “biang keladi” atas konstalasi politik dunia terutama mempengaruhi Nazi Jerman. Memberikan semacam acuan untuk memahami hubungan kontemporer antara Amerika dan Soviet pasca PD II. Maka lahirlah Perang Dingin doeloe bahkan hingga kini semenjak minyak menjadi satu-satunya komoditas strategis bagi kehidupan serta semakin sulit ditemukan cadangannya di wilayah negeri-negeri konsumen.

 

| More

Berita "Bisnis" Lainnya