Kisah Nyata: Gadis 5 Tahun Ini Dibuang ke Hutan, Hidup Bersama Kera
Kisah Nyata: Gadis 5 Tahun Ini Dibuang ke Hutan, Hidup Bersama Kera
Artikel kali ini merupakan sebuah kisah nyata yang dialami oleh seorang
wanita asal Inggris. Ia mengaku dibius, diculik, lalu dibuang ke hutan
yang kemudian dipelihara oleh sekelompok monyet. Sungguh sebuah kisah
nyata yang sangat memilukan, namun mencengangkan. Kisahnya telah
dibukukan, dan artikelnya kini telah menyebar ke segala media di dunia.
Berikut ini adalah kisah singkat kehidupan Marina Chapman, seorang ibu
rumah tangga asal Yorkshire, Inggris yang sungguh luar biasa. Beberapa
orang bahkan menganggap tak masuk di akal. Di usia 4 tahun, Marina
mengaku dibius, diculik dari rumah orang tuanya saat berada di Kolombia,
lalu entah bagaimana, berakhir di hutan hujan tropis.
Ia kemudian dirawat dan dibesarkan oleh kawanan Monyet Capuchin, belajar
bertahan hidup, memanjat pohon, mencari makan hingga tidur di dahan.
Seperti halnya Tarzan, Marina merasa berutang budi pada keluarga monyet
yang merawatnya, yang “lebih manusiawi” daripada orang-orang yang
menculiknya.
Kisah Marina diawali suatu hari di tahun 1954. Kala itu ia sedang asyik bermain di kebun rumahnya di Kolombia. Tak menyadari ada bahaya mendekat.
“Tiba-tiba
aku melihat kilatan tangan hitam dan kain putih, menutup wajahku. Saat
aku merasa syok dan terteror, aku mencium bau bahan kimia kuat,” kata
dia seperti dimuat Daily Mail (30/3/2013). Lalu, ia tak sadarkan diri.
“Kupikir aku bakal mati.”
Saat tersadar, Marina mengaku mendengar suara mesin. Ia sadar
berada di bagian belakang truk. Dan tak sendirian. “Aku mendengar suara
tangis yang sesenggukan. Ada anak-anak lain di sana, yang ketakutan
seperti aku,” katanya.
Marina kembali tak sadarkan diri, lalu ia merasa bumi berguncang,
ternyata ia berada di gendongan seseorang pria yang berlari. Pria yang
lain ikut berlari di sebelah mereka. Dua pria itu membawanya ke hutan
dan meninggalkannya di sana. Seorang gadis kecil, tak berdaya, di tengah
hutan, melewati malam pertama sendirian.
Marina terbangun dalam kondisi ketakutan dan luar biasa lapar, ia
menangis, namun tak ada satupun yang datang. Ia pun lantas kembali
tertidur, dan saat terbangun monyet-monyet telah mengerumuninya.
Hidup Sebagai Monyet
Para monyet dari jenis Capuchins, sekitar 30 ekor, mengelilinginya. Satu
di antaranya menghampiri dan memukulnya hingga terguling. Penampilannya
yang berbeda membuat para monyet menginspeksinya, menarik-narik bajunya
dan menjambak rambutnya.
Marina meronta-ronta. “Aku berteriak, lepaskan aku! berkali-kali. Tapi
monyet-monyet itu baru berhenti setelah selesai menginspeksiku.”
Lalu, suara jeritan mengagetkannya, seekor monyet menjatuhkan pisang
yang ia bawa. Pisang itu masih hijau, belum matang. Para monyet berpesta
pisang, Marina pun ikut bergabung. Saking laparnya.
Lantas ia memutuskan untuk menghabiskan malam ketiganya di hutan bersama monyet.
“Berada di sekeliling mereka membuatku merasa aman. Saat malam tiba, suara mereka membuatku nyaman.”
Namun, ada juga pengalaman mengerikan, seperti saat Marina melihat kawanan monyet berkelahi dengan penyusup.
Ia makin merasa kesepian karena hari demi hari tak ada orang yang
menyelamatkannya. Untuk membunuh kesepiannya, ia menirukan suara monyet
supaya menyenangkan diri dan agar merasa nyaman mendengar suaranya
sendiri.
Tak disangka para monyet merespon suaranya. Marina pun makin mirip
monyet. Makin sering menggaruk badannya yang jadi tempat hidup banyak
binatang kecil, termasuk kutu.
Pernah suatu hari ia merasakan sakit luar biasa di perutnya, hampir mati
rasanya. Gara-garanya ia memakan buah asam. Di tengah perasaan tak
karuan, muncullah kakek monyet, yang menggoyangkan badannya dengan
lembut, mendorongnya, dan memintanya ikut. Susah payah berjalan dan
berkali-kali jatuh, Marina menyusuri sungai berbatu.
Perjalanan itu berakhir di sebuah genangan. Si “kakek monyet” mendorong
kepalanya ke dalam cekungan itu. Khawatir bakal ditenggelamkan, Marina
melawan sejadi-jadinya. Namun, saat melihat wajah kera tua itu, ia
terkesima. Binatang itu nampak tenang saja dan tak marah.
“Aku lantas beranggapan mungkin ia ingin menyampaikan sesuatu,” kata Marina.
Melalui gerak geriknya, si kakek monyet itu sepertinya meminta agar ia meminum air yang berlumpur di dalam genangan itu.
Setelah minum dalam jumlah besar, Marina ambruk, terbatuk dan memuntahkan banyak cairan asam dari lambungnya.
“Pengobatan” itu berhasil. Perlahan Marina kembali berjalan ke kawanannya.
“Kakek monyet nampak puas dengan usahanya, berbalik, lalu kembali ke pohonnya,” kata dia.
Sejak itu, sikap si kakek berubah, dari acuh dan curiga, menjadi
pelindung sekaligus temannya. Lambat laun Marina berbaur dengan
teman-temannya.
Marina memberi mereka nama: “Spot” yang energik, “Brownie” yang lembut
dan pengasih, “Tip” yang pemalu. Juga sahabatnya, “Mia” yang juga
pemalu.
Setelah merasa diterima, ia belajar memanjat pohon. Otot-ototnya makin
kuat. Saat sampai di subuah sarang di puncak pohon untuk kali
pertamanya, para monyet acuh saja. Mereka merasa bahwa kehadiran Marina
di teritorial mereka sebagai suatu hal yang wajar saja.
Marina kecil masih kerap menangis sedih, terutama di malam hari, namun
kebersamaannya dengan keluarga barunya membuatnya lambat laun melupakan
kesedihannya.
Sempat Bertemu Manusia
Makin besar kemampuannya, makin kuat daya jelajah Marina. Hingga suatu
hari ia menemukan sekelompok gubuk. Memberanikan diri mendekat, ia
bertemu dengan seorang ibu dan anaknya yang baru lahir.
“Perasaanku bergejolak melihatnya, merasakan perasaan yang dibutuhkan
semua manusia: untuk dicintai. Namun saat melihat ke mataku, hanya ada
ketakutan di wajah perempuan itu.”
Perempuan itu lalu berteriak, membuat seorang pria berlari dari gubuk
dan menangkap Marina. Pria itu lalu memaksa membuka mulutnya untuk
memeriksa gigi-giginya. Tak ada yang runcing. Lalu melepasnya.
“Aku mencoba memohon padanya, minta makanan dan tempat tinggal, namun
suara dan tindakanku lebih mirip monyet daripada manusia. Tanpa ragu, ia
meninggalkan aku. Lalu, aku kembali ke hutan dengan perasaan terluka,”
kata Marina.
Hari itu, ia mendapat pelajaran berharga. Keluarga bisa ditemukan di
mana saja, di mana kita merasa dicintai dan diperhatikan. Saat itu, ia
menepis keinginannya untuk kembali ke kehidupan manusia. “Monyet, bukan
manusia, adalah keluarga saya.”
Akhirnya Kembali ke Peradaban
Kehidupan Marina yang mirip Tarzan berakhir setelah keberadaannya diketahui sejumlah pemburu yang berhasil menangkapnya.
Lalu para pemburu itu menukarnya dengan seekor burung beo disebuah tempat prostitusi.
Namun Marina berhasil melarikan diri sebelum melayani lelaki hidung belang pertamanya.
Seorang wanita penyelamatnya bernama Maruja, menampung dan mengadopsi
Marina untuk tinggal bersama disalahsatu rumah anaknya yang berada jauh
dari Bogotá, Colombia.
Marina juga sempat menjadi pemimpin geng anak-anak jalanan, hingga
akhirnya ia sampai ke kota Bradford, Inggris. Kemudian untuk kali kedua,
ia diadopsi oleh sebuah keluarga di Bradford lalu belajar menjadi koki.
Ia kemudian pernah bekerja di National Media Museum, sempat pula banting
setir dengan berkarir membantu anak-anak yang bermasalah setelah
menikah dengan seorang ahli bakteri di tahun 1970-an.